Jin hee keluar dari kamar ibu Chang min dan menutup pintunya. Saat berjalan dia melihat Chang min yang sedang ‘bersembunyi’. Karena sudah merasa ketahuan, Chang min berdehem dan berjalan mendekati Jin hee. Dia bertanya kenapa Jin hee belum pulang dan malah berada di kamar ibunya.
Jin hee meminta Chang min untuk tidak salah paham. Dia datang hanya sebagai dokter yang mellihat keadaan pasiennya. “Tentu saja. Memang aku mengatakan sesuatu?” balas Chang min. Ada awkwrdness diantara mereka, terlebih setelah apa yang dilihat oleh Chan min heheh. Dan Chang min mencoba mencairkannya dengan kembali meledek Jin hee, bahwa dia khawatir Jin hee melakukan sesuatu kepada ibunya. Jin hee langsung meliriknya tajam. Bisa-bisanyaChangmin berpikiran buruk seperti itu terhadapnya.
Setelah Jin hee pergi, Chang min masuk ke dalam kamar ibunya. Untuk sesaat dia kembali mencerna apa yang tadi Jin hee lakukan untuk ibunya.
Jin hee tiba di rumahnya. Ibuunya tidak ada di rumah. Dia pun menuju kamarnya dan langsung kaget melihat isi kamarnya berantakan. Dia bersegera menuju ke sebuah meja untuk mengecek isi lacinya. Tidak lama ibunya juga tiba dan seperti Jin hee, dia juga terkejut melihat isi kamar Jin hee. Siapa yang bisa masuk jika sebelum pergi ibu Jin hee mengunci pintu? Dan kenapa hanya di kamarnya? Jin hee masih terus mencari sementara ibunya panik dan ingin segera menelopon polisi.
Setelah mengecek ke semua laci, ternyata tidak ada barang berharga miliknya yang hilang. Jin hee berpikir sejenak dan langsung meraih sebuah kotak cincin. Begitu dibuka, cincin di dalamnya ternyata sudah tidak ada. Jin hee menghela nafas kesal. Sepertinya dia tahu siapa pelakuknya. Karena begitu ibunya mau menelepon polisi, Jin hee langsung mencegahnya.
Pelakunya bukan pencuri, tapi adiknya sendiri Jin-ae. Ibunya tidak mengganti kode pintu rumah mereka karena dia khawatir Jin-ae tidak akan bisa masuk kalau dia pulang.
Jin hee dan ibunya kini duduk untuk menenangkan diri. Ibunya bertanya apa isi kotak itu. Apakah perhiasan mahal? Awalnya Jin hee tidak ingin menjawab tapi ibunya memaksa.
“Cincin kawin. Cincin kawinku enam tahun lalu,” jawab Jin hee terpaksa.
“Cincin kawin?” tanya ibunya terkejut.
“Iya. Jin-ae selalu merengek padaku untuk menjual cincin itu jika dia kehabisan uang,” jelas Jin hee.
Tapi ibunya tidak mempermasalahkan hal itu. Yang dia pertanyakan selanjutnya adalah kenapa Jin hee masih menyimpan cincin itu. Untuk apa?
“Itu hanya...karena...hanya...bukan karena aku masih punya perasaan. Hanya sebagai kenang-kenangan. Untuk kenang-kenangan!” jawab Jin hee. Mwo? kenang-kenangan? Ibunya lansung memukul Jin hee. Mana ada alasan seperti itu. Dia malah senang kalau memang benar Jin-ae melakukannya. Bagus! heheh
Ibunya kembali bertanya apa benar Jin-ae yang melakukannya? Dia masih khawatir kalau-kalau memang pencuri yang masuk ke rumah mereka. Tapi Jin hee yakin pelakunya adalah Jin-ae. Akhir-akhir ini ada seseorang yang meneleponnya tapi begitu diangkat dia tidak bciara. itu pasti Jin-ae. Dia menelepon karena kehabisan uang tapi dia tidak sanggup mengatakannya.
Ibunya langsung mengeluh. Dia hanya punya 2 putri, tapi semuanya tidak ada yang beres. Yang satunya janda dan yang satunya kaur dari rumah. Dia benar-benar tidak tahan.
Jin hee sedikit kesal karena dirinya ikut disalahkan. Dia pun melirik foto dirinya, ibunya, dan Jin-ae yang ada di atas bupet. Dia bersumpah akan menemukan adiknya itu, bahkan kalau perlu dia akan melaporkannya sebagai orang hilang.
Jin hee sedang berjalan di UGD. Tapi ruangan itu gelap dan tak ada orang lain selain dirinya. Tiba-tiba sebuah ranjang pasin berjalan sendiri mendekati Jin hee. Di atasnya ada sesuatu yang tertutup kain putih. Ranjang itu berhenti di depannya. Dengan tangan gemetar karena ketakutan dia membuka kain putih tersebut dan ternyata dia adalah ibu Chang min.
“Kau yang membunuh pasien itu kan? Bukan Chang min ku, tapi kau yang membunuhnya!” teriak ibu Chang min diikuti oleh jeritan Jin hee.
Jin hee langsung terlonjak bangun *Dan semuanya hanya mimpi heheh
Direktur UGD, dr. Gook, dan dr. Shim mengadakan pertemuan kecil di sebuah ruangan kosong di RS. Direktur menyerahkan sesuatu kepada dr. Gook dan dr. Shim. Setelah membacanya, keduanya terlihat kecewa. dr. Shim berkata bahwa hal itu terjadi karena kerusakan sistem pada RS. Jadi seharusnya RS melindungi mereka. Tapi kenapa malah anggaran UGD yang dipotong? Si pasien juga tidak meninggal di UGD.
Direktur menjelaskan bahwa keluarga pasien menggugat intern yang telah melakukan operasi. Karena itu RS mengambil keputusan seperti itu.
“Dan mereka memberikan kompensasi kepada keluarga korban dengan anggaran dari UGD? Sangat tidak masuk akal,” ucap dr. Gook. Direktur tidak bisa berbuat banyak. Menurutnya UGD memang selalu mendapat masalah karena merupakan target yang mudah.
Suster Huh mendengar dari suster Sohn. tentang pemotongan anggaran UGD karena operasi yang dilakukan intern di dalam lift.
Begitu suster Choi muncul, dia mendekatinya.Dia menanyakan kebenaran berita yang dia dengarkan. Suster Choi membenarkan tanpa meliriknya. Jin hee yang juga ada di dekat mereka ikut mendengarkan. Suster Huh langsung protes. Kalau ada pemotongan, itu berarti akan ada pengurangan jumlah karyawan. Dan itu berarti, yang akan dipecat adalah suster di UGD kan? Apa itu tidak keterlaluan?
Suster Choi kini melirik suster Huh. “Yang bermasalah saat itu adalah sistem RS. Tapi kenapa suster di sini yang menjadi korbannya? Bukankah intern yang melakukan operasinya? dr. Oh Jin hee lah yang melakukannya!” Lanjut suster Huh.
“Memang benar...”
“Lalu kenapa kami?” potong suster Huh tidak sabar.
“Apa kau sudah melihat pengumuman tertempel?” tanya balik Suster Choi. “Keputusan itu belum pasti. Jadi jangan buat keributan di depanku lagi,” tergurnya.
Suster Huh berbalik dan tanpa sengaja melihat Jin hee. Dia lalu menyindir Jin hee, bahwa dia kena akibatnya karena ulah seseorang. Temannya menegurnya agar dia tidak berkata seperti itu. “Memang suster lah yang selalu menjadi korban,” ucapnya sebelum pergi.
Suster Soh menoleh ke Jin hee dan dengan berhati-hati berkata, “Kau tidak akan membiarka salah satu dari kami pergi kan?” Jin hee mengangguk pelan.
Jin hee menghadap ke ruangan dr. Gook. Takut-takut, dia berkata bahwa dialah yang melakukan kesalahan. Dialah yang meminta pisau bedah saat Chang min sudah siap melakukannya. Dan karenanyalah anggaran UGD dipotong. Dia sadar hal itu akan membuat salah seorang staf akan diberhentikan. Karena itu dia mengajukan diri, secara sukarela, untuk berhenti.
“Butuh perjuangan yang berat bagimu untuk sampai di sini. jadi harusnya kau tidak berhenti,” ucap dr. Gook. “Tapi kalau kau berhenti, maka ini akan pemotongan bersih,” lanjutnya dengan santai. Dia menambahkan bahwa dia tidak bisa memutuskan ini sendiri dan ahrus mendiskusikannya terlebih dahulu dengan direktur. Jin hee mengangguk, berusaha menahan emosinya yang hampir tertumpah lewat air matanya.
Tapi untuk saat ini, menurut dr. Gook, yang terpenting adalah merawat pasien VIP yang kemarin Jin hee tangani sampai dia keluar dari RS. “Ne?” Jin hee bertanya dengan ekspresi terkejut *sudah bisa diduga.
dr. Gook melihatnya dan bertanya, “Kenapa? Kau tidak suka?” Jin hee bingung bagaimana menjelaskan. “Kau bahkan berpikir untuk berhenti. Jadi kenapa kau harus pilih-pilih?” lanjutnya. dr. Gook menjelaskan bahwa di bagian VIP tidak ada cukup intern. Dan walaupun pasien tersebut sedikit sulit ditangani, dia meminta Jin hee menganggapnya sebagai latihan.
Jin hee terlihat keberatan dan bertanya kenapa harus dia. “Karena kau yang pertama memeriksanya. Apa aku salah?”
Jin hee membenarkan tapi dia kembali mencari alasan untuk tidak melakukannya. Menurutnya, Chang min lah yang harus menjaga pasien tersebut. “Dia sudah ditugaskan di tempat lain,” potong dr. Gook. “Dan berhentilah mencari-cari alasan. Lakukan saja dan ingat jangan membuat kesalahan!” Jin hee menunduk dengan dahi berkerut.
Jin hee sedang menyiapkan makanan untuk ibu Chang min yang perlahan membuka matanya. Ibu Chang min langsung terlonjak saat melihat Jin hee berada di dalam kamarnya. Butuh beberapa saat baginya untuk menyadari orang itu adalah Jin hee.
“Oh Jin hee?” tanyanya. Jin hee mengangguk kecil. “Kenapa kau disini? Aku dimana? Dimana Chang min? Dimana Chang min ku?” tanyanya sedikit kebingungan disertai kepanikan.
Jin hee memberitahukan bahwa dia sedang berada di RS karena kemarin dia pingsan. Dia kemudian menyodorkan makanan yang sudah dia siapkan tadi.
Ibu Chang min langsung mendorongnya hingga makanan itu jatuh berhamburan di lantai. “Siapa kau? Aku tanya kenapa kau di sini!” bentaknya. Jin hee berusaha mengendalikan dirinya.
Chang min muncul dan kaget melihat apa yang baru saja terjadi. Dia segera menghampiri ibunya dan langsung sadar penyebabnya saat melihat Jin hee. Ibunya mencecarinya pertanyaan tanpa putus. Apa Jin hee yang ada di hadapannya adalah hantu? Apa dia sudah mati? Kenapa dia (Jin hee, red) bisa muncul di hadapannya? Apa yang sebenarnya terjadi?
Chang min memintanya agar tenang karena mereka ada di RS. Ibunya berkata bahwa dia tidak bisa tenang dan kembali mengajukan pertanyaan tentang Jin hee. Apa dia bekerja sebagai ahli gizi/diet? Apa RS ini tidak punya orang lain? Apa mereka tidak melihat latar belakang pendidikannya sebelum mempekerjakan seseorang? Apa mereka ingin membunuh semua pasien dengan makanan yang dia sarankan?
Jin hee masih berusaha menahan dirinya.
“Bukan begitu,” jawab Chang min. “Lalu kenapa dia ada di sini?” potong ibunya. “Ayo jawab!”
“Karena aku seorang dokter,” Jin hee yang menjawab, tanpa menoleh mantan mertuanya itu.
“Apa? Dokter? Kau bilang ‘dokter’?” tanya ibu Chang min terkejut.
“Ya. Aku menjadi seorang dokter,” jawab Jin hee, kali ini dengan menatap ibu Chang min. “Dan sebagai intern di RS yang sama dengan anak Anda,” lanjutnya.
Chang min memintanya untuk berhenti. “Apa? Intern? Di RS ini? Kau...menjadi dokter? Kamu? Bagaimana bisa?” Ibu Chang min masih belum bisa mempercayai kenyataan.
“Aku harus mencobanya sendiri untuk tahu seberapa hebat seorang dokter itu. Aku penasaran apa yang hebat dari keluarga dokter,” jawab Jin hee, sedikit menantang. Chang min kembali memintanya berhenti dan mengajak Jin hee keluar.
Tapi Jin hee menepis tangannya. “Tidak! Aku tidak akan pergi! Aku tidak bisa pergi! Dia adalah pasienku.”
Chang min terkejut dan ibunya langsung merasakan sakit di punggung lehernya. Tekanan darahnya naik. Chang min pun membaringkannya.
Jin hee menyerah. Dia meninggalkan kamar ibu Chang min dan duduk sendiri. Putus asa.
Chang min kini hanya berdua dengan ibunya. Ibunya masih penasaran bagaimana bisa Jin hee (dia menyebutnya ‘gadis bodoh’, red) bisa menjadi seorang dokter. Tidak masuk akal. Chang min yang merasa kepalanya sudah sakit meminta ibunya berhenti (menjelek-jelekkan Jin hee, I think).
Tapi ibunya tidak menganggap hal itu sebagai masalah sepele. Dia tidak akan membiarkan Jin hee merusak masa depan anaknya. Apa dia datang ke RS itu untuk balas dendam kepada Chang min? Chang min menjawab dengan kesal bahwa keadaannya tidak seperti itu.
Ibu Chang min tiba-tiba meminta hpnya. Dia ingin menghubungi Direktur RS. tapi kemudian dia sadar, kalau melakukan itu, maka masa lalu Chang min juga bisa tersebar. “Jessica!” dia tiba-tiba terigat pada Ah reum. Dia ingin agar Ah reum saja yang ditugaskan merawatnya. Dia masih tiak percaya RS itu menerima Jin hee. Chang min memijit-mijit kepalanya yang semakin sakit.
Dia meminta ibunya untuk segera keluar dari RS. Toh sakitnya tidak cukup parah untuk tinggal di RS. Dia akan membereskan sendiri masalahnya. Tapi ibunya langsung memotongnya. Dia tidak akan membiarkan Jin hee lolos begitu saja. Kepala Chang min semakin sakit.
Jin hee kembali ke depan ruangan ibu Chang min. Dia berusaha menguatkan dirinya sebelum mengetuk pintu tersebut. Tiba-tiba hp-nya berdering. Jin hee berlari menjauh dari pintu dan segera menjawab panggilan tersebut. Tapi orang yang menelepon tidak menjawab dan malah menutup teleponnya begitu mendengar suara Jin hee.
Si penelepon adalah Jin-ae.
Dia sedang menggadaikan (atau menebus?) cincin kawin kakaknya untuk sebuah gitar.
“Aku butuh gitar! Aku ingin gitar! Hidupku adalah gitar! Rock and roll, baby!” ucapnya dengan semangat.
Sepertinya Jin hee batal ke ruangan VIP karena dia berjalan kembali ke UGD. Dia bertemu Chang min yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Dia mengingatkan Jin hee agar tidak mendekati kamar ibunya. Jin hee menjawab sinis bahwa itu juga yang dia inginkan.
Di tengah jalan mereka bertemu dengan dr. Shim. dr. Shim tahu kalau Jin hee melakukan pekerjaannya dengan benar tapi mulai sekarang dia meminta Jin hee untuk tidak melakukan apa-apa. Jin hee adalah ‘trouble maker’. Chang min menahan senyumnya mendengar julukan itu.
Dr. Shim beralih ke Chang min. Dia bertanya apa benar Chang min berasal dari keluarga dokter? Karena dia bisa bebas karena keluarganya. Chang min tidak mengerti ucapan dr. Shim tapi dr. Shim tidak mengatakan apa-apa lagi dan hanya melirik Jin hee sekilas sebelum pergi.
Di ruangannya dr. Gook sedang membaca sesuatu. Surat pemecatan Oh Jin hee.
Jin hee kembali mendapat telepon. Segera dia menajwabnya dan berkata bahwa dia tahu kalau si penelepon adalah Oh Jin-ae.
Karena sudah ketahuan, Jin-ae akhirnya bicara. Dia melapor bahwa dialah yang menambil cincin kawin Jin hee. Sayangnya, cincin itu ternyata tidak semahal perkiraannya dan dia masih butuh uang untuk hidup, bahkan setelah menjual cincin tersebut. Karena itu, dia meminta Jin hee agar mengirimkannya uang.
Jin hee langsung menceramahinya. Sudah meninggalkan rumah, tapi Jin-ae masih saja merepotkan. Apa dia tidak malu dengan ayah mereka karena hidup sebagai gelandangan? Jin-ae memintanya agar tidak cerewet. Cukup kirimkan saja uangnya. Dia merasa itu bukan masalah besar. Toh Jin hee seorang dokter. Dia mengucapkan itu dan langsung menutup teleponnya.
Jin hee benar-benar marah. Terlebih setelah sebuah sms masuk berisi nomor rekening Jin-ae. “Benar-benar...,” Jin hee menahan dirinya.
dr. Gook menghampiri direktur dan memperlihatkan surat pemecatan Jin hee. Dia merasa itu keterlaluan. Bagaimana mungkin mereka memecat seorang intern hanya karena anggaran RS dipotong? Tapi direktur tidak bisa menjelaskan karena sebuah panggilan masuk ke telepon .
Itu telepon dari ibu Chang min. Dia menelepon untuk menyampaikan keluhannya dan memintanya untuk mengganti intern yang sedang merawatnya sekarang. Direktur terkejut karena kena semprot tanpa tahu masalahnya. Belum lagi telepon langsung ditutup tanpa ada kesempatan baginya berbicara.
Setelah menutup teleponnya dia berbalik dan kaget melihat Jin hee sudah berdiri di samping ranjangnya sambil memegang sebuah suntik. Jin hee berkata bahwa dia harus memeriksa pasien. Ibu Chang minmenolak mati-matian. Dia takut Jin hee malah akan membunuhnya. Dia sampai melempari Jin hee dengan berbagai barang dan menyuruhnya pergi. Tapi Jin hee tidak bergeming. Dia tetap harus melakukan tugasnya.
Ibu Chang min langsung menjerit begitu Jin hee mendekatinya. Dia memanggil perawat tapi tak satupun yang datang. Jin hee memegang tangannya dan memintanya tenang. Kalau seperti itu bisa berbahaya karena tekanan darahnya bisa naik.
Tapi kemudian, PLAK!!!!!
Ibu Chang min menampar Jin hee tepat saat Chang min dan dr. Gook muncul sambil berlari. Keduanya terkejut.
NOTE:
Argh!!!! Gemes banget dah sama ibu yang satu ini. Cerewet, kata-katanya merendahkan, sombong. Waduh pokoknya hampir semua sifat evil ada sama dia. Gimana caranya si Chang min akan membela Jin hee di hadapan ibunya nanti ya??
All Episodes: [1], [2], [3], [4], [5], [6], [7]
Makasih mba Diana, ditunggu kelanjutan episod berikutnya ^^
ReplyDeletewaaaa~
ReplyDeletedasar si emakkk
bener-bener nyebelin.... kalo aku yang jadi jin hee, bakal aku bunuh tu ibu waktu lagi tidur!
ReplyDeleteenggak deng... itu keterlaluan. aku seneng ngeliat orang kayak jin hee.mudah-mudahan masalahnya cepet selesai ya...