31 December 2017

[Sinopsis] Tunnel [Korean Movie] [part 3]



Mobil Ketua Kim berhasil keluar dari terowongan dan menabrak jalanan. Papan nama terowongan ikut terjatuh.

Orang-orang yang berada di luar langsung menghampiri mereka sementara Ketua Kim berteriak meminta telepon.



Istri Junsu, Se hyun, yang baru tiba langsung berlari melihat orang juga berlarian. Dia menerobos kerumunan wartawan dan tiba di depan terowongan.





Ketua Kim sibuk menelepon Junsu. Dia mengkhawatirkan keadaannya. Untungnya Junsu juga tidak terluka. Junsu memberitahukan Ketua Kim kalau dia melihat angka 3 di kipas yang ada di hadapannya.



Tidak lama Ketua Kim menyerahkan telepon ke istri Junsu, Sehyun. Tidak banyak yang mereka katakan karena kembali, harus menghemat baterei. Sehyun hanya menanyakan keadaannya sedangkan Junsu menanyakan apakah Sehyun sudah sarapan atau belum.


Peralatan berat akhirnya tiba di lokasi.


PM menjelaskan kepada press proses penyelematan yang disiapkan oleh tim penyelamat karena mereka sudah tahu lokasi tepatnya Junsu berada. Jadi mereka akan menggali reruntuhan ke tempat Junsu, vertikal dan horizontal (kalau dilihat dari presentasinya, kayak gampang banget gitu heheh).



Setelah melakukan presentasi, Ibu PM bertemu dengan istri Junsu. Mereka bersalaman dan ibu PM mencoba menenangkan Sehyun. Ibu PM kemudian diminta foto bersama Sehyun, begitu juga dengan anggota dewan yang lain (ini untuk apa coba. Kasihan Sehyun yang harus difoto sementara suasana hatinya sedang tidak menentu).


3 hari setelah kejadian, pukul 11:59 siang


Junsu terlihat menghitung detik menuju pukul 12 siang. Waktu baginya menerima panggilan. Tapi tak ada telepon masuk.


Dia pun bangun dari tidurnya. Dia meminum satu teguk airnya (hanya satu tutup botol karena dia sudah mengukur seberapa banyak yang bisa dia minum agar airnya cukup untuk 7 hari). Dia juga membuka kue krim Sujin dan memakannya. Setelah itu dia mematikan lampu lagi. Tapi tak lama kembali dia nyalakan.



Dia menatap kursi belakang yang dia duduki. Dia membuka jok yang menghubungkan dengan bagasi. Ternyata di dalam bagasi ada beberapa barang. Dua buah senter, sebuah tas berisi kos tangan, baju kaos, dan bola sepak. Dia juga menemukan satu botol cairan yang kemudian dia pake untuk membersihkan kursinya dan beberapa bagian mobilnya.



Tiba-tiba dia mendengar suara dari dalam kipas yang ada di dekatnya. Dia mengambil senter dan menerangi celah asal suara. “Siapa itu?” tanyanya. Tak ada jawaban tapi suara itu terus terdengar. Semakin dekat. Junsu tidak mengedipkan matanya.


Tak lama dia melihat bayangan. Ternyata dia seekor anjing.



Junsu melihat kalung di leher anjing itu. Itu bukan anjing liar. Dia pun berkesimpulan kalau pemiliknya pasti tidak jauh darinya.

“Siapa itu? Apa ada orang di sana?”

“Aku ada di dalam mobil,” terdengar jawaban lirih. Seorang perempuan muda.

“Apa kau terluka?”

“Aku terjebak, tidak bisa bergerak. Tolong aku.”

“Tunggu sebentar, aku akan ke sana.” Sebelum itu, Junsu mengirim pesan bahwa ada orang lain yang selamat bersamanya.


Dengan susah payah Junsu berusaha ke tempat suara itu. Dia merusak kepingan baling-baling kipas agar memudahkan jalannya, sedikit.


Akhirnya Junsu tiba. Si gadis tersangkut di setir. Ada tiang batu besar menghalanginya bergerak. Junsu mencoba masuk lewat jendela penumpang. Setelah berhasil, dia mencoba mengangkat batu yang menghalangi si gadis. Sayang, kali ini dia tidak berhasil.


Si gadis tidak terluka tapi dia merasa sakit di belakangnya. Junsu ingin memundurkan kursi kemudinya tapi itu tidak mungkin karena terhalang puing. Jadi dia hanya menenangkan si gadis karena dia sempat bertanya apakah mereka akan mati. Junsu berkata bahwa sekarang seluruh Korea sedang berusah menolong mereka. Si gadis lega mendengarnya.


Dia kemudian bertanya, “Maaf, tapi apa kau punya air?”

Junsu sempat terdiam mendengarnya. Dia berpikir sesaat lalu menjawab, “Iya ada di mobilku. Akan kuambilkan.”



Junsu lalu kembali ke mobilnya. Di sana dia menatap dua botol yang ada di tangannya. Satu botol masih penuh sementara satunya lagi tinggal ¾. Dia lalu memilih botol yang airnya sedikit untuk diberikan ke gadis itu (I still do not know her name). Tapi sebelum pergi, dia kembali menambahkan sedikit air untuk diberikan (You’re so good, Junsu).


Di mobil si gadis, Junsu meminumkannya air tadi, tapi sedikit-sedikit. Mereka masih harus berhemat. Tapi si gadis meminta Junsu untuk memberikan air ke anjingnya (his name is Tengie). Junsu terpaksa memberikan tangannya untuk dijilati Tengie. Junsu hanya bisa melihat tangannya terkena air liur anjing.


Si gadis lalu meminta Junsu mencari hp nya. Sayang, hpnya rusak, tak bisa dipakai lagi. Dia pun kembali meminta maaf karena terus meminta tolong kepada Junsu. Kali ini, dia minta tolong meminjam hp Junsu untuk menelepon. Sekali saja. Pintanya.


Junsu pun menghubungi nomor yang si gadis sebutkan. Saat tersambung, dia membantu si gadis untuk memegang hp karena tangannya yang terhalang batu.

“Eomma, aku Mina (now we know her name). Aku sedang terjebak di terowongan,” ucapnya sesegukan. “Aku tidak sendiri. Ada ahjussi bersamaku. Katanya kami akan keluar beberap hari lagi. Eomma, aku merindukanmu.” Air mata mengalir di pipinya, Junsu menolehkan wajahnya tak tahan mendengar percakapan ibu dan anak itu.

“Eomma, aku tidak bisa bicara lama. Kami harus menghemat baterei. Jadi tolong telepon perusahaanku dan jelaskan keadaanku kepada mereka. Eomma, jangan menangis. Aku tidak apa-apa.”

“Ahjussi, kita akan keluar pekan depan kan?” tanyanya ke Junsu, penuh harap. Junsu segera meng-iyakan.

“Eomma, kami akan keluar pekan depan. Tolong beritahu mereka kalau aku akan hadir dalam training pegawai honor. Dan mobilmu, maaf. Mobilnya hancur. Ya, baiklah. Jangan khawatir, aku akan menelepon lagi nanti.” Di sini wajah Junsu sedikit bingung.

“Ahjussi, ibuku mau bicara.”


Walau sedikit terkejut, Junsu menerima teleponnya. Di telepon, dia berjanji akan menjaga Mina sampai mereka keluar. Mina tidak berhenti menangis.


Sehyun sedang berada di warung untuk makan malam. Seorang petugas mendekatinya. Dia menyerahkan bukti pembayaran untuk tempat penginapannya dan sejumlah uang kembalian. Dia menyerahkan semua itu sambil menjelaskan bahwa semua biayanya nanti mereka yang menanggung hanya saja terkadang perosesnya agak lama. Dia kemudian pamit.



Dari berita Sehyun kemudian tahu kalau Junsu berbagi air kepada korban lain yang masih selamat bersamanya. “Kami setulus hati mendoakan keselamatan Junsu-ssi yang dalam keadaan sempitpun masih mau menolong orang lain,” ucap si penyiar berita.

Sehyun menatap nasi di tangannya. Dia merasa bersalah kepada Junsu karena di saat seperti itu dia masih bisa makan, sementara suaminya harus bertahan dengan makanan seadanya.


Alat berat terus bekerja menggali ke dalam terowongan .



Junsu membantu menyalakan radio mobil Mina. Dia berhasil menangkap siaran. Channel Musik Klasik. Mereka bercerita sebentar tentang musik klasik. Mina terbatuk. Junsu terlihat khawatir tapi Mina berkata bahwa dia tidak apa-apa. Dia hanya mau tidur sebentar. Junsu menyerahkan senternya. Talinya dia kalungkan ke pergelangan Mina agar dia bisa dengan mudah menekan tombol on/off nya. Lampu mobil harus dimatikan karena mereka harus berhemat. Mina berkata kalau dia akan menyalakannya sampai Junsu pergi. Junsu berterima kasih karenanya. “Senang bertemu denganmu,” ucapnya sebelum pergi.

Tapi baru saja memasuki kipas, lampu senter mina mati. Mina meminta maaf. Itu ulah Tengie. “Dasar, anjing nakal,” gerutunya sambil terus bergerak dalam gelap.



“Aku pulang,” ucapnya dengan lega ketika akhirnya tiba di mobilnya. Junsu kemudian mengelap kaca spion yang ada foto Sujin. “Appa akan segera pulang,” ucapnya sambil mencium foto anaknya.


Dia lalu mengambil kembali kuenya yang sudah habis setengah. Dia membauinya terlebih dahulu. Masih bagus. Dia kemudian mengambil secolek tapi kemudian menyimpannya kembali karena dia akan memakannya bersama Sujin nanti. Dia pun mematikan lampunya.



Tapi tidak berapa lama dia mendengar sesuatu dan langsung terbangun. Ternyata Tengie menghabiskan kuenya. Junsu berteriak memaki Tengie. “Dasar anjing keparat. Kau menghabiskan kue anakku. Awas kau.”

Terdengar suara Mina yang bertanya ada apa. Dia hanya menjawab bahwa dia bermimpi.


Di tempat makan para petugas penyelamat, Sehyun membagikan telur goreng kepada petugas. Dia berkata hanya ini yang bisa dia berikan kepada orang yang sedang berusaha menolong suaminya.




Tiba-tiba, air masuk lewat atap tenda yang bocor. Telur salah seorang petugas jatuh. Sehyun melihatnya dan dia bermaksud memberikan gantinya tapi si petugas segera mengambil kembli telurdari lantai dan membersihkannya dengan air hujan yang mengalir ke dalam tenda lalu memakannya. Dia berkata tidak apa-apa. Semuanya tertawa melihat tingkahnya.


Junsu sedang tidur ketika dia mengar Mina memanggilnya. Dia pun segera ke tempat Mina.

“Apa mereka masih lama?”

“Tidak lama lagi. Bertahanlah sebentar lagi. Mereka berjanji akan datang.” Jawab Junsu.

“Belakangku sangat sakit dan aku sulit bernafas.” Nafas Mina terlihat sudah pendek-pendek.

“Ahjussi, maaf. Tapi apa kau ada air?” Junsu terdiam. “Maaf, aku sudah meminum semua air yang kau berikan,” ucap Mina lagi.

“Tidak apa. Aku akan mengambilkannya untukmu.”



Junsu pun kembali ke mobilnya dan menatap air di botolnya yang tinggal 1/3. Lama dia berpikir tapi kemudian memutuskan untuk memberikannya kepada Mina.



Dia kembali ke mobil Mina. Tengie diam tak berbuat apa-apa dan Mina tidak bergeming.

“Mina-ssi,” panggil Junsu. Tidak hanya sekali, tapi tiga kali. Tak ada jawaban. Dengan tangan gemetar dia membuka botolnya dan mencoba memberikan seteguk air kepada Mina. Air di tangannya sudah tumpah-tumpah.



“Tunggu. Aku akan menggeser batu ini untukmu,” ucapnya sambil berusaha dengan sangat keras menggerakkan batu yang menghalangi tubuh Mina. Sambil menahan air matanya, dia mendorong sekuat tenaga. Berhasil, batu itu terdorong sedikit. Dan dia bisa melihat kalau ternyata ada besi yang menusuk dada Mina.



Untuk beberapa saat Junsu diam. Menangis. Dia sudah tidak peduli dengan air minumnya yang tumpah. Dia kemudian melepaskan jasnya untuk menutupi tubuh Mina. Tengie hanya duduk dan diam, seakan bersedih karena tahu tuannya sudah tidak ada.