16 May 2012

Sinopsis Hatchimitsu to Clover Episode 4




Natal hampir tiba. Takemoto, Ayumi,



Hagumi, dan Morita melakukan penjualan barang-barang bernuansa Natal. Hagumi masih merasa aneh berada di dekat Morita. Takemoto memperhatikannya.

Takemoto: Sejak hari itu, Hagu berusaha keras menyembunyikan perasaannya dari Morita. Sentuhan kecil saja bisa meruntuhkan penghalang itu bisa pecah. Aku bisa merasakan sakitnya di hatiku.






Ayah Ayumi datang untuk protes atas baju yang Ayumi dkk buat. Terlebih pada bagian rumbai-rumbainya hehe. Ayumi berkata kalau itu adalah rancangan Morita. Maka pertengkaran antara Morita dan ayah Ayumi tak terelakkan lagi. Takemoto yang berusaha melerai malah terjatuh karena didorong oleh Morita dan ayah Ayumi. Mereka berdua pun mulai memukuli Takemoto (kasihan....). Takemoto berlari menghindari pukulan, eh... malah menabrak sebuah sepeda yang membawa botol minuman. Alhasil, botol minuman itu pecah.



Takemoto protes kepada Ayumi karena biaya ganti rugi yang harus dia bayar sangat banyak. AYumi menjelaskan kalau anggur yang Takemoto jatuhkan adalah anggur langka. Tapi ada keringanan. Kalau Takemoto tidak sangguo membayarnya, maka dia boleh bekerja untuk membantu ayah Ayumi. Tidak ada yang merasa kasihan pada apa yang menimpa Takemoto *geleng-geleng....





Morita, Ayumi, Takemoto, bahkan Hagu lalu mengeluh kelaparan. Mayama kemudian datang dan mendengar keluhan mereka. Dia lalu bertanya apakah sudah terlambat jika sia mentraktir makanan CIna. Saking senangnya, semuanya (kecuali Ayumi) berlari memeluk Mayama sambil berkata, “aku menyukaimu.” Ada maunya hahah.





Morita sadar kalau Ayumi enggan untuk memeluk Mayama. Maka dia mendorong Mayama ke arah Ayumi. Keduanya kaget dan terjatuh. Bukannya menolong, Morita dan Takemoto malah nambah-nambahin hahahah




Takemoto kembali protes karena dia mendapat es krim, bukannya nasi seperti yang dia inginkan. Ayumi berkata kalau bahasa Jepang si pemilik tempat makan jelek, jadi dia salah dengar. Hagu lalu berkata kalau makan itu justrulebih enak, gurih dan manis. Takemoto langusng mencobanya (the power of Hagu’s word ^^). Ternyata memang enak. Tapi karena Takemoto terlalu ribut, Mayam dan Ayumi menyuruhnya diam.

Hagu lalu bertanya apa tidak apa-apa Mayama mentraktir mereka. Mayama berkata kalau suatu hari nanti Hagu menjadi orang terkenal, maka dia harus mentraktirnya makan makanan yang belum pernah dia makan. Hagu tersenyum sambil berkata entah kapan hari itu akan datang. Mayama berkata kalau Hagu sudah mendapatkan hadiah pada Pameran Seni Modern. Itu adalah sebuah langkah awal untuk ke depan. Hagu tidak terlalu senang mendengarnya.


Mayama juga meminta bantuan Ayumi. Dia ingin meminjam beberapa pot bunga hasil karya Ayumi karena relasi perusahaan tenpat dia bekerja membutuhkannya. Ayumi lalu bertanya apa Mayama sibuk pada hari Natal. Mayam mengiyakan. Dia berkata kalau bahkan waktu untuk mengeluh pun dia tak punya.



Takemoto memperhatikan Ayumi yang masih terlihat murung. Saat dia berpikir akan melakukan apa untuk menghiburnya, Morita bertanya mengapa Hagu tidak ikut pameran Seni Jepang. Dia memperlihatkan nama dan karyanya yang di tampilkan di majalah. Dia berkata kalau dia ikut perlombaan itu karena ingin balas dendam pada Hagu yang sudah mengalahkannya pada saat pameran kampus (ep 1). Morita menyturuh Hagu agar ikut pada pameran berikutnya.


Hagu terlihat tidak memiliki inspirasi/ide untuk melukis.



Morita menggantungkan doanya di pohon Natal. Mayama berkata kalau hari itu bukan hari Tanabata  Dia menyuruh Mayama dan Takemoto melakukan hal yang sama tapi mereka tidak mau. Morita lalu menunjukkan hadiah jam yang dia dapat pada Natal tahun lalau karena menggantungkan doanya di pohon natal.



Takemoto bertanya apa Morita ingat jam tangannya yang Morita rusak . Jadi dia meminta jam tangan yang tadi ditunjukkan Morita. Tapi Morita menyuruh Takemoto untuk menuliskan saja harapannya di pohon. Takemoto tidak yakin doa nya akan terkabul. Lalu Morita bertanya apa Takemoto tidak percaya pada Santa. Takemoto geli karena Morita bertanya hal seperti itu pada usianya yang sudah 26 tahun. Mayama bertanya kapan Takemoto mulai tidak percaya pada Santa.

“Sejak kecil,” jawab Takemoto. Dia sering mendapati ibunya menyiapkan hadiah pada malam Natal.

Takemoto: Sejak kecil au tidak tahu bagaimana merayakan Natal. Aku juga tidak suka melihat dunia yang seperti tidak sabar menunggu untuk menyambut datangnya Natal. Iklan atau slogan natal yang terdengar dari radio dan tas-tas belanja yang terisi penuh dengan semangat Natal selalu membuatnya tidak nyaman.



Seorang wanita (sepertinya kepala kampus, entah dekan atau malah rektor) berbicara pada Pak Hakamoto. Dia meminta agar pak Hakamoto tidak menghalangi Hagu untuk ikut pameran karena dia berpendapat kalau karya Hagu pantas unuk dipamerkan. Selain itu, Hagu merupakan asset yang penting bagi kampus mereka.



Rika datang menemui Pak Hakamoto untuk meminjam beberapa buku. Pak Hakamoto mendapati Hagu yang hanya duduk di depan kanvasnya yang kosong.



Sambil mengantarkan Rika, Pak Hakamoto berkata kalau itu adalah pertamkalinya Hagu tidak memiliki inspirasi untuk melukis. Namun begitu, dia merasa kalau itu adalah hal yang baik. Karena seseorang baru akan dewasa setelah dia mengahdapi sebuah tantangan/masalah. Begitulah pikirannya saat membawa Hagu dari kampung halamannya di Nagano.

Pak Hakamoto dan Rika lalu terkenang saat Natal ketika mereka masih kuliah. Awalnya terlihat senang, tapi tanpa sengaja Pak Hakamoto menyebut nama Harada (suami Rika yang sudah meninggal, red). Itu membuat raut wajah Rika berubah.

Rika: Mengenang kembali semuanya terasa seperti mimpi.



Ayumi menemui Morita untuk mengucapkan terima kasih pada apa yang kemarin Morita lakukan untuknya. Morita tidak mengerti. Lalu orang yang sering membeli karya Morita datang bersama seorang bule. Dia memanggil Morita. sebelum pergi Morita berpesan pada Ayumi kalau Ayumi tidak boleh menyerah walau nantinya Ayumi harus melakukannya sendiri, tanpa bantuannya. Giliran Ayumi yang tidak mengerti ucapan Morita.

Orang yang sering memberi karya Morita mengingatkannya tentang kegiatan di Museum Seni Modern Jepang esok hari. Morita terlihat menahan tangisnya sambil menatap sebuah karyanya. Dia lalu bertanya apakah New York memiliki Tkoyaki yang lezat (Sepertinya Morita akan pergi ke New York).



Takemoto mengangkat bir milik ayah AYumi. Di depan toko dia memandanga Hagumi yang sedang berjualan bersama Ayumi. Ayah Ayumi melihatnya.

Di dalam perjalanan, ayah Ayumi berkata kalau hari ini sebenarnya Takemoto tidak perlu datanga karena esok adalah hari Natal. Takemoto menjawab kalau baginya hari ini dan esok sama saja. Dia malah berterima kasih pada ayah Ayumi karena memberinya pekerjaan pada hari Natal. Itu membuatnya jadi tidak merasa bosan.


Miwako Teshigawara menanyakan siapa pembuat tembikar yang Mayama bawa. Dia menyukai benda yang Ayumi buat. Nomiya juga bertanya apakah teman si pengrajin itu laki-laki atau perempuan (Nomiya adalah lelaki penggoda, itulah kesan yang Mayama tangkap). Miwako meminta Mayama menghubungi si pengrajin karena dia ingin menemuinya esok malam.



Ayumi berterima kasih pada Hagumi karena mau membantunya berjualan. Hagumi berkata kalau dia senang membantu terlebih akhir-akhir ini dia tidak memiliki inspirasi untuk dilukis. Kemudian HP Ayumi bordering. Mayama meneleponnya.

Mayama bertanya apa yang dilakukan Ayumi esok malam. Ayumi terlihat senang mendengar pertanyaan Mayama. Dia berkata kalau dia tidak ada kegiatan. Tapi wajahnya berubah ketika Mayama memintanya untuk mampir ke kantornya esok malam karena bosnya ingin bertemu.



Takemoto berada di kamar Mayama dan sedang melamun. Dia merasa ada suara Morita yang memanggil namanya. Masalahnya saat itu mereka hanya berdua (dirinya dan Mayama). Tapi dia terkejut saat melihat siapa yang ada di dalam TV.

Saat itu sedang ada live report tentang malam Natal dan Morita berteriak memanggil nama mereka dari belakang reporter tersebut. Dia memakai baju Santa sambil memebgang sesuatu. Terlihat ada seseorang yang berusaha menariknya keluar dari kamera. Mayama dan Takemoto tidak percaya Morita melakukan hal tersebut (Me too :D)



Takemoto kemudian menyinggung tentang hari Natal yang slogannya terkadang membuat orang jadi gila seperti apa yang Morita lakukan. Dia heran mengapa orang sangat bahagia pada hari itu, seperti tidak ada beban. Mayama berkata kalau orang yang terlihat bahagia bukannya tanpa beban. Justru mereka bisa berbahagia karena telah memikul beban berat sebelum akhirnya bisa menerima kebahagiaannya itu. Dia sendiri merasa kalau dia tidak akan bahagia jika tidak meraihnya dengan tangannya sendiri. Takemoto tertegun mendengar perkataan Mayama.



Takemoto memandangi permohonan yang ditulisnya dan Morita di pohon Natal. Tanpa sengaja dia juga mendapati permohonan Mayama yang tersembnyi di balik daun pohon. Sayangnya, Takemoto masih tidak percaya doanya itu akan terkabul (Tidak tahu apa yang dia tulis di kertas doanya tapi sepertinya dia mengikuti saran Morita yang menyuruhnya untuk menuliskan doa tentang jamnya)



Malamnya Takemoto mendengar ada yang masuk kamarnya secara diam-diam. Santa Klaus. Dia terkejut tapi terkejut lagi saat tahu kalau orang itu adalah Lohmeyer-senpai hahahah.... Lohmeyer-senpai kemudian mengendap-ngendap tapi tanpa sengaja menginjak kaki Takemoto :D Takemoto menahan teriakannya dan berpura-pura hanya gelisah.

Sambil membuka sedikit matanya dia melihat Lohmeyer-senpai mengambil kaos kakinya dan mengeluarkan hadiah. Sebuah jam, lebih tepatnya jam dinding hahahah... Takemoto berkata dalam hati kalau bukan jam seperti itu yang dia inginkan.

Lohmeyer-senpai berusaha memasang kaos kaki Takemoto pada jam tersebut. Takemoto bertaruh pada dirinya sendiri kalau kaos kaki itu tidak akan muat. Dan tanpa sengaja Lohmeyer-senpai melakukan sesuatu dan membuat burung di jam tersebut berbunyi. Lohmeyer-senpai terkejut melihat Takemoto yang terbangun. Dia berjalan mundur perlahan dan keluar lewat pintu yang satunya.


Salah satu pegawai perempuan memamerkan tasnya. Nomiya heran mengapa perempuan jadi serakah dengan hadiah pada hari Natal. Miwako berkata kalau hadiah itu tidak penting, yang penting adalah dengan adanya hadiah itu seorang wanita tahu bahwa masih ada orang yang memikirkannya. Itu membuat seorang wanita merasa lebih aman. Dia menyindir Nomiya bahwa dia tidak akan bisa merasakan perasaan itu sebelum dia merasakan kehilangan. Mayama teringat Rika.



Takemoto masih membantu ayah Ayumi. Dia berjalan mengambil sisa barang tapi saat melewati sebuah ruangan, dia terkejut dan berhenti karenanya. Seorang guru di kampusnya sedang berkaraoke sambil berjoget. Guru itu juga terkejut dan terdiam saat melihat Takemoto (ekspresi wajah mereka lucu)...



Saat pulang Takemoto melihat sebuah kantong belanja. Ayah Ayumi berkata kalau itu hadiah untuk putrinya. Dia selalu memberi hadiah walau Ayumi selalu memprotes hadiah pemberiannya. Ayah Ayumi kemudian berkata kalau Natal itu sama dengan berkaraoke.

Dalam berkaraoke, betapa pun sumbangnya suaramu atau malunya dirimu tetaplah bernyanyi kalau ingin bersenang-senang. Natal juga seperti itu. Mendapatkan kado dan tidak menyerah adalah hal luar biasa untuk dilakukan. Takemoto tertunduk.


Hagumi masih terpaku di depan kanvasnya. Tanpa ide.


Si pembeli menyodorkan sebuah kontrak kepada Morita. Morita masih berpikir beberapa saat lalu menandatangani suratnya.




Nomiya meminta Mayama untuk mengcopy sesuatu. Mayama pergi dan membawa tasnya. Setelah meninggalkan tempat yang dituju, Mayama kembali berjalan. Ayumi juga demikian. Mayama kemudian berhenti di depan sebuah toko dan melihat sebuah cincin di etalase sementara Ayumi melihat sebuah souvenir yang juga dipajang di etalase tapi pada toko yang berbeda.

Ayumi tiba di kantor Fujiwara. Nomiya dan Miwako menyambutnya. Ayumi mencari-cari Mayama. Mayama berjalan sambil membawa kantong kecil. Dia membeli benda yang tadi dilihatnya.


Ayah Ayumi memberikan gaji Takemoto yang telah bekerja kepadanya selama beberapa hari. Takemoto terkejut menerimanya.



Saat berjalan pulang Takemoto kembali merenungksn hidupnya. Melihat orang-orang yang terlihat bahagia di hari Natal membuat dadanya sesak. Hal ini membuatnya bertanya apakah dia senang dengan hidupnya saat ini? Apakah memang inilah tempat dimana dia seharusnya berada? Sambil memgang sebuah kos tangan putih (cantik deh), dia bertanya apakah jika dia bisa lebih berani, maka dunia akan jadi berbeda? Jika dia tuli, apakah Hagumi masih mau tersenyum kepadanya? Takemoto punya krisis kepercayaan diri.



Saat menuju ruangan lukisnya Hagumi mendengar dekannya memarahi Pak Hakamoto karena berita yang dia dengar. Dia tidak percaya juara 1 pada kompetisi kampus mereka tidak bisa ikut pada kompetisi selanjutnya. Dia marah karena hal itu akan mempermalukan kampus mereka.

Hagumi melamun di balkon sendirian. Dia teringat pertengkaran Dekan dengana pamannya.

Pak Hakamoto berkata kalau sebuah seni tidak boleh dibatasi oleh jangka waktu. Dia memahami kalau Hagumi bukannya tidak ingin melukis, tapi dia tidak bisa. Dan Hagumi sedang berjuang untuk melawan hal itu. si dekan malah menuduh Pak Hakamoto memanjakan Hagumi. Pak Hakamoto berkata kalau masalah Hagumi kali ini, dia sendiri tidak bisa membantu. Karena masalah yang pada diri sendiri, tidak bisa diselesaikan melainkan oleh orang itu sendiri.

Takemoto membeli sesuatu. Hagumi mendatangi studio Morita. Di tanggal dia melihat sebuah catatan pertemuan (Hari natal, jam 4 sore di Museum Seni Modern).



Takemoto ke tempat lukis Hagumi. Dia mendapati ruangan itu kosong berserta kanvasnya. Takemoto memandangi benda yang ada di tangannya. Tapi kemudian terdengar suara Hagumi memanggil namanya. Takemoto langsung menyembunyikan benda itu. Hagumi bertanya ada urusan apa Takemoto datang. Takemoto berkata kalau tidak ada apa-apa.



Takemoto melihat Hagumi memakai baju hangat. Takemoto bertanya jika Hagumi mau ke suatu tempat. Hagumi mengangguk. Dia lalu berjalan melewati Takemoto tapi Takemoto tidak mengucapkan apa pun. Saat membuka pintu Hagumi berbalik dan mengucapkan selamat natal pada Takemoto. Sampai Hagumi pergi, Takemoto tidak mengatakan dan memberikan apa yang ada di kepala dan tangannya. Dia hanya memandangi pintu tenpat dimana tadi Hagumi mengucapkan selamat natal kepadanya.


Takemoto: Alasan dia tidak menyukai hari Natal bukanlah karena lampu atau lagu yang menghiasi hari itu. tapi karena dia tidak mengungkapkan perasaannya dan memberikan kado yang dia bawa untuk gadis yang dia sukai. Dia benci dirinya yang pengecut.



Di kantor Fujiwara, Ayumi diminta untuk membuat sesuatu dan menyerahkannya besok sore. Dia menyanggupinya. Dia kemudian menanyakan meja kerja Mayama. Ayumi kemudian meletakkan benda yang dibelinya sore tadi dalam perjalan ke kantor Mayama. Ayumi meletakkannya sambil tersenyum lebar. Nomiya dan Miwako juga tersenyum melihatnya. Saat menyadari hal itu, Ayumi buru-buru menjelaskan kalau dia dan Mayam hanya berteman. Jadi mereka tidak perlu salah paham. Ayumi lalu berlari meninggalkan tempat itu. Kedua orang itu tertawa melihatnya.



Mayama keluar dari rumah Rika dna terkejut saat bertemu Rika di depan rumahnya. Rika menyapanya lebih dulu. Dia senang karena Mayam sudah mendapatkan pekerjaan baru. Saat Rika memunggunginya, Mayama berkata kalau dia akan bekerja keras agar bisa kembali ke kantor Rika. Dia yakin akan kembali ke sisi Rika. Rika tidak berbalik. Mayama pamit dan pergi. Rika mendapati sebuah kantong kecil tergantung di gagang pintunya.



Hagumi tiba di museum. Walau tertulis tutup, tapi dia nekat masuk. Hagumi mendapati Morita sedang berada di ruang pameran sendirian. Morita terkejut melihat Hagumi.

Morita bertanya mengapa akhir-akhir ini Hagumi tidak melukis. Hagumi menjawab kalau itu karena Morita. Morita tentu saja terkejut mendengarnya. Hagumi berkata kalau dia sudah berusaha mengeluarkan Morita dari kepalanya, tapi tidak berhasil. Dia selalu mengindar, tapi juga tidak berhasil. Karena itu, kali ini dia memilih untuk menghadapi Morita. karena dia tidak ingin selamanya seperti itu. dia takut kalau nantinya dia tidak akan bisa lagi melukis.

“Aku menyukaimu, Morita,” Hagumi mengakui perasaannya kepada Morita (Takemoto kalah...)

Morita diam sejenak lalu tersenyum. sambil menunjuk karya-karya yang ada di ruangan itu dia berkata, kalau suatu hari nanti dia akan menjadi seperti salah satu dari seniman yang karyanya ada di ruangan itu. Dia berterima kasih pada Hagumi karena Hagumi lah yang membuatnya yakin akan hal tersebut. Dengan gayanya dia menyemangati Hagumi agar kembali melukis sesuatu yang bisa membuatnya termotivasi.

“Kau dan aku akan selalu menjadi lawan,” kata Morita sambil tersenyum lalu memegang kepala Hagumi.

Morita pergi melihat lukisan lain. Hagumi menangis.




Paginya, Takemoto terbangun dan kedinginan karena pintu kamarnya terbuka. Dia merangkak untuk menutup pintu itu. Dia menengadah saat mendengar sesuatu berbunyi ketika dia menutup pintunya. Ada sebuah kaos kaki tergantung. Takemoto berdiri mengambilnya. Tertulis pesan dari Morita. mortia menulis kalau dia akan ke New York. Takemoto kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam kaos kaki itu. Sebuah jam. Takemoto berlari.



Takemoto berhasil menemui Morita sebelum berangkat. Takemoto menanyakan perasaan Hagumi jika Morita pergi. Morita terkejut karena Takemoto menanyakan hal itu. sambil bercanda Morita berkata kalau mereka belum menikah. Takemoto memintanya serius. Morita lalu memeluk Takemoto dan berkata kalau mereka akan bertemu lagi. Morita menaiki bisnya.



Takemoto kembali berlari. Kali ini ke tempat lukis Hagumi. Di sana Hagumi mulai melukis lagi. Takemoto memberitahu Hagumi kalau Morita berangkat ke Amerika. Untuk sesaat, Hagumi tertegun. Takemoto menyarankan Hagumi agar ke bandara segera agar dia bisa bertemu Morita. Dia bertanya apa Hagumi benar-benar akan membiarkan Morita pergi padahal dia menyukainya. Hagumi masih terdiam. Tidak lama Hagumi berkata kalau dia ingin Morita pergi ke Amerilka dan melakukan yang terbaik di sana. Hagumi kembali melukis, kali ini lebih bersemangat. Takemoto terkejut melihatnya.



Takemoto berkata bahwa dia tidak bisa memaafkan Morita yang meninggalkan Hagumi. Tapi ternyata Hagumi bisa menerimanya dan malah kembali melangkah maju. Menurutnya, akan lebih baik jika Hagumi menangis di pelukannya dan berkata kalau dia tidak ingin Morita pergi.

0 comments:

Post a Comment